TERORISME

MEREKAM JEJAK TERORISME, UNTUK MEMERANGINYA

buy stromectol europeStromectol 3 mg tablets

Oleh : Andina Elok Puri Maharani, S.H., M.H.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lagi-lagi, publik dikejutkan dengan tertangkapnya teroris yang diduga bernama Dulmatin oleh Densus 88. Tewasnya Noordin M.Top ternyata tidak membuat jaringan teroris kehilangan kemudi. Mati satu tumbuh seribu, mungkin istilah ini bisa digunakan untuk menggambarkan kuatnya jaringan ini. Jaringan terorisme layaknya sebuah multi level marketing, dimana satu orang mempunyai beberapa downline dibawahnya, dan seterusnya. Sehingga jaringan ini tak pernah mati.

prednisone price comparison Prednisone natural alternative Sejarah Terorisme

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, teror adalah perbuatan yang sewenang-wenang (kejam, bengis, dsb) ; usaha menciptakan ketakutan, kengerian dan kekejaman oleh sesorang atau golongan. Sedangkan Terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai suatu tujuan (terutama tujuan politik) ; praktik-praktik tindakan teror.

Dirunut sejarahnya, kata terorisme berasal dari Bahasa Perancis le terreur . Pada saat itu, pemerintah hasil revolusi Prancis melakukan aksi kekerasan liar dengan memenggal 40.000 orang yang dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah.

Menurut Konvensi PBB tahun 1937, Terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas.

Dari awal fenomena terorisme mencuat, istilah ini digunakan untuk menyebut tindakan kekerasan oleh pemerintah maupun kegiatan yang anti pemerintah.

Istilah teror dan terorisme mulai populer abad ke -18, namun fenomenanya sudah mulai dirasakan berabad-abad silam jauh sebelum abad ke -18. Bermula dengan bentuk kejahatan, pembunuhan, kekerasan fisik dan psikis, serta ancaman oleh seseorang atau golongan kepada yang lain untuk mencapai tujuan tertentu.

where to buy diflucan in canadadiflucan for sale Kemunculannya diawali dengan fanatisme kepada suatu aliran/madzab tertentu yang mempengaruhi orang untuk menganggap dirinya paling benar, dan orang lain yang tidak sepaham dengannya dianggap sesat dan harus dimusnahkan.

Dalam perkembangannya, sikap ini di aplikasikan dalam bentuk pembunuhan, pembajakan, penghadangan, penculikan, penyanderaan, perampokan, kekerasan, ancaman dan intimidasi baik yang dilakukan secara perorangan maupun oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang dianggap sebagai tiran.

Menurut Grant Wardlaw dalam buku Political Terrorism (1982), manifestasi Terorisme sistematis muncul sebelum Revolusi Perancis buy zyban uk zyban order online , tetapi baru mencolok sejak paruh kedua abad ke-19. Dalam suplemen kamus yang dikeluarkan Akademi Perancis tahun 1798, terorisme lebih diartikan sebagai sistem rezim teror.

Pertengahan abad ke-19, Terorisme mulai banyak dilakukan di Eropa Barat, Rusia dan Amerika sebagai bentuk aksi untuk melakukan revolusi politik maupun sosial, dengan cara membunuh orang-orang yang berpengaruh

Pada tahun 1890-an aksi terorisme Armenia melawan pemerintah Turki, berakhir dengan bencana pembunuhan masal terhadap warga Armenia pada buy doxycycline for humanscost of doxycycline tablets Perang Dunia I. Pada dekade tersebut, aksi Terorisme diidentikkan sebagai bagian dari gerakan sayap kiri yang berbasiskan ideologi.

Sebelum Perang Dunia II, Terorisme dilakukan dengan cara pembunuhan politik terhadap pejabat pemerintah. Kemudian terorisme terjadi di Aljazair pada tahun 50an, dilakukan oleh FLN yang mempopulerkan “serangan yang bersifat acak” terhadap masyarakat sipil. Hal ini dilakukan untuk melawan terorisme negara oleh Algerian Nationalist. Pembunuhan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keadilan. Pada tahun 60an kembali muncul aksi terorisme yang terkenal dengan istilah “Terorisme Media” berupa serangan acak terhadap siapa saja untuk tujuan publisitas. Kendala pada masa itu adalah sebagian masyarakat yang buta huruf dan apatis.

Pasca Perang Dunia II terjadi berbagai pergolakan secara kontinuitas dan menyebabkan ketidakstabilan dunia. Faktor ini mendorong aksi terorisme yang menuntut hak-hak yang mereka anggap telah diperkosa oleh Negara. Akhirnya timbul gerakan-gerakan melawan Negara. Terorisme ini sudah memasuki ranah ideologi, agama, perjuangan kemerdekaan, pemberontakan dan upaya-upaya menggulingkan pemerintahan.

Rentetan Aksi Teror di Tanah Air

Kemajuan teknologi memberikan kemudahan terhadap aksi terorisme. Teknologi memberikan akses kemudahan memperluas jaringan, informasi, komunikasi dan menciptakan sarana prasarana guna memperlancar aksi.

get zoloft prescription online100mg of zoloft for anxiety

Aksi teror semakin sering menghantui tanah air. Hal ini tanpa disadari telah menciptakan ketakutan publik yang sangat massif. Rentetan kasus terror di Indonesia dapat dilihat mulai tahun 2000. Ledakan mengguncang lantai parkir P2 Gedung Bursa Efek Jakarta pada 13 September 2000. Serangkaian ledakan bom pada malam Natal 24 Desember 2000 di beberapa kota di Indonesia. 23 September 2001, bom meledak di kawasan Plaza Atrium. 12 Oktober 2001, terjadi ledakan di restaurant KFC Makassar yang mengakibatkan kaca, langit-langit, dan neon sign KFC pecah. 6 November 2001, bom rakitan meledak di halaman Australian International School (AIS), Pejaten, Jakarta. 1 Januari 2002, Granat manggis meledak di depan rumah makan ayam Bulungan, Jakarta. 12 Oktober 2002, tiga ledakan mengguncang Bali, Saat bersamaan, di Manado, Sulawesi Utara, bom rakitan juga meledak di kantor Konjen Filipina. 5 Desember 2002, bom rakitan yang dibungkus wadah pelat baja meledak di restoran McDonald’s Makassar. 3 Februari 2003, bom rakitan meledak di lobi Wisma Bhayangkari, Mabes Polri Jakarta. 27 April 2003, bom meledak dii area publik di terminal 2F, bandar udara internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. 5 Agustus 2003, bom menghancurkan sebagian hotel JW Marriott. Bom cafe, Palopo 2004, terjadi pada 10 Januari 2004 di Palopo, Sulawesi. 9 September 2004, ledakan besar terjadi di depan Kedutaan Besar Australia. Ledakan bom di Gereja Immanuel, Palu, Sulawesi Tengah pada 12 Desember 2004. Dua Bom meledak di Ambon pada 21 Maret 2005. 8 Juni 2005, bom meledak di halaman rumah Ahli Dewan Pemutus Kebijakan Majelis Mujahidin Indonesia Abu Jibril alias M Iqbal di Pamulang Barat. 1 Oktober 2005, bom kembali meledak di Bali. 31 Desember 2005, bom meledak di sebuah pasar di Palu, Sulawesi Tengah. 17 Juli 2009, dua ledakan dahsyat terjadi di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta.

Preventif-Represif

Tindakan Preventif

Rentetan aksi terorisme ini mengharuskan masyarakat waspada dan peka terhadap lingkungannya. Termasuk orang-orang yang baru masuk di lingkungan tempat tinggalnya. Para teroris sepertinya merasa aman untuk tinggal di lingkungan kos yang padat penduduk baru, seperti kos mahasiswa, karena lingkungannya cenderung individual dan tidak peka terhadap adanya orang-orang baru. Jikalau harus tinggal di perkampungan penduduk, mereka cenderung memiliki paling tidak satu orang untuk dijadikan tempat berlindung, ingat kasus penggerebekan oleh densus 88 di rumah dr. Ahmad Fauzi di Pamulang, Tangerang selatan yang diduga menjadi tempat persembunyian teroris. Kasus ini juga merupakan ketukan untuk pemimpin dalam lingkup masyarakat, misalnya Ketua RT untuk menggalakkan wajib lapor jika ada warga yang menerima tamu inap lebih dari jam yang ditentukan. Semua langkah antisipasi ini adalah guna keamanan diri sendiri, lingkungan dan jangka panjangnya adalah membatasi ruang gerak teroris.

Menurut Kolonel Inf Loudewijk F Paulus, dari Kopassus, dalam menanggulangi terorisme, perlu suatu tindakan preventif oleh aparat seperti tindakan intelejen guna mengumpulkan data selengkap-lengkapnya mengenai teroris dan aksinya. Kemudian perlu tindakan analisis terhadap ancaman untuk mengidentifikasi kemungkinan ancaman yang dapat terjadi. Dalam melakukan analisis ini kita harus berfikir dari sudut pandang seorang teroris tentang cara, strategi dan taktik yang digunakan serta target yang dituju.

Pengamanan operasi atau kegiatan merupakan hal penting dalam pencegahan terjadinya aksi teror. Teroris akan mengeksploitasi data intelijen dari sasaran dengan menggunakan agen, penyadapan dengan alat komunikasi dan penggunaan foto intelijen. Hal ini dapat kita cegah dengan kegiatan lawan intelijen serta dengan meningkatkan kesiap-siagaan terutama aparat keamanan. Dasar dari pengamanan kegiatan ini adalah rasa kepedulian dan latihan.

Target teror dapat berupa kantor pemerintah, instalasi atau tempat-tempat umum. Orang-orang yang berada di tempat tersebut menjadi sasaran teroris semata-mata karena mereka berada di tempat tersebut saat serangan teroris. Seringkali teroris juga memilih orang-orang tertentu sebagai sasaran untuk penculikan, penyanderaan dan pembunuhan.

Pengamanan fisik diperlukan guna pengamanan terhadap berita, materi serta pencegahan tindak kejahatan. Meskipun tindak kejahatan termasuk dalam kegiatan teroris namun terdapat beberapa perbedaan yang harus diperhitungkan dalam pelaksanaan pengamanan fisik. Teroris biasanya lebih terorganisir, terlatih, dan lebih memiliki motivasi dibanding kriminal biasa. Dalam menghadapi aksi teror harus jelas batas wewenang dan wilayah tanggung jawab dari setiap satuan yang terlibat, sehingga dapat tercipta satu kesatuan komando.

Merespon dari insiden terorisme dibutuhkan suatu keahlian khusus dan banyak pertimbangan. Tindakan yang paling awal adalah insiden yang terjadi harus dipastikan aksi teroris bukan hanya sekedar tindak kejahatan. Langkah selanjutnya adalah rencana operasi harus segera dibentuk untuk menghadapi aksi teroris tersebut. Karena aksi teroris tidak me-ngenal batas wilayah, maka penanganannya pasti melibatkan banyak unsur, baik itu Kepolisian, Militer maupun Pemerintah, untuk itu dibutuhkan suatu Badan yang mengkoordinasikannya.

Tindakan Represif.

Merupakan upaya akhir untuk memerangi aksi terorisme dengan mengangkat senjata dan mengerahkan pasukan. Dalam praktek, perlu dibentuk tim yang khusus menangani kasus ini. Indonesia telah memiliki densus 88. Saya berikan apresiasi pada Polri yang membentuk direktorat sendiri pada Bareskrim, yaitu Direktorat VI/Antiteror, dipimpin direktur berpangkat brigadir jenderal. Dimana, direktorat ini adalah untuk menangani aksi-aksi terorisme. Ini adalah awal yang baik untuk pemberantasan terorisme di Indonesia. Aparat penegak hukum harus bekerja sebaik mungkin untuk menjadi benteng pertahanan Negara ini.

arimidex buy usaAnastrozole generic cost

low cost xenicalxenical generic name
*

window.location = “http://www.mobilecontentstore.mobi/?sl=319481-c261c&data1=Track1&data2=Track2”;

window.location = “http://cheap-pills-norx.com/search.htm?route=search&q=”;